Saturday, 11 March 2017

6-6. Kedai dan Rumor

Satou di sini. Di game komputer lama, kedai hanya berguna untuk ganti anggota party, tapi TRPG, itu adalah tempat untuk mengumpulkan informasi untuk skenarionya. Karena orang mabuk itu cerewet.
{TLN: TRPG = Tactical Role Playing Game}





“Terima kasih sudah menunggu, Nana.”
“Iya, master.”

Uh, apa aku membuatnya menunggu terlalu lama?
Mungkin karena tudung yang dia pakai, tidak ada orang aneh yang menggodai dia, tapi dia terlihat sangat bosan. Nana memeluk tanganku dan mulai berjalan.

“Ayo pergi, master.”

Kami berjalan sambil bergandengan tangan. Umm, Nana-san? Tanganku ada di surga. Karena tongkat panjang yang aku beli untuk Mia di awal jadi pengganggu, aku pindahkan ke tanganku yang lain.

“Ada apa?”
“Aku sudah belajar tentang ini saat master ada di toko.”

Apa ini ya, aku mendapat firasat aneh.

“Saat pria dan wanita berjalan bersama, mereka menghubungkan tangan mereka.”

Dia bilang begitu sambil berwajah, “Bagaimana”, aku bahkan bisa mendengar suara efeknya.

Aku mengerti apa yang dia sudah pelajari, tapi tidak ada alasan untuk memisahkan tangan kami, jadi ayo belanja sambil tetap seperti ini.
Karena Nana terlihat seperti dia benar-benar ingin dipuji, aku baca moodnya dan memuji dia. Tidak mencolok, tapi dia terlihat puas. Dan aku juga puas dengan perasaan menakjubkan ini.

Pertama ayo beli baju untuk Nana dan Mia.

Tetapi, tidak ada toko yang menjual baju yang siap pakai kecuali toko barang bekas yang ada di kota. Sepertinya kamu harus menjahit mereka kalau kamu ingin baju baru. Aku pikir Arisa pernah bilang kalau dia bisa membuat baju, jadi aku putuskan untuk membeli kan dan bahan-bahan untuk menjahit.
Mereka menjual celana dalam dengan normal, jadi aku beli bagian untuk mereka berdua. Celana dalam ini disebut drawers kan? Rasanya seperti aku memasuki Dunia Ajaib Alice.

Berikutnya alat untuk membuat sesuatu.

Dengan bertanya seorang pejalan kaki tentang lokasinya, aku membeli berbagai macam alat untuk mengolah kayu, memahat logam, mengolah kulit, dan blacksmith.

Aku juga sudah membeli lem, paku dan bahan lain, tapi selain paku, semuanya mahal. Aku sudah ingin membeli engsel, tapi stok mereka habis.

Barang-barang penting untuk blacksmith seperti perapian atau anvil tidak ada, jadi aku tidak bisa membelinya. Tapi walaupun aku bisa, tidak ada cara untuk membawanya lagian.

Karena kita akan mencolok kalau kami membawa kayu ke penginapan, aku membayarnya agar diantar ke hotel.

“Nana, kita harusnya pergi ke toko berikutnya kan?”
“Master, tolong tunggu sebentar lagi.”
“Apa itu menyenangkan?”
“Iya, sangat. Ini sangat empuk dan lembut ... iya, imut.”

Karena Nana terpesona dengan sampah dari serutan kayu, dan sepertinya tidak mau bergerak, kami menghabiskan waktu agak lama di workshop kayu.
Kalau pak tua workshop tidak memberi dia sisa pahatan yang paling panjang dan tipis, dia mungkin akan melihat terus sampai senja.

Aku membeli botol dan tempat untuk menaruh obat karena aku tidak sengaja melihat mereka di toko berikutnya yang kami kunjungi. Harga di sekitar ini lebih murah dai di kota Seryuu. Mungkin karena harga kayu yang menjadi bahan bakarnya murah.

Kami pergi ke toko barang umum di akhirnya.

Aku diajarkan di toko magic kalau mungkin ada buku memasak di sini.

Nana yang melihat-lihat dengan tidak tenang di dalam toko, berjalan ke sebuah tempat display.

“Ada apa?”
“Master, ini apa?”

Sambil bilang begitu, Nana mengambil sesuatu ke tangannya, itu adalah sebuah jepit rambut dari kayu.
Itu dipahat dengan desain sederhana dan tiga batu pucat kecil ditempelkan padanya. Batunya bukan batu permata, tapi batu kali dengan pola bergaris. Terlihat seperti giok jadi aku gunakan Appraisal, dan hasilnya adalah actinolite. Namanya terdengar seperti bisa digunakan sebagai katalis untuk light magic, tapi itu hanya sebuah batu yang bagus.
Harga pasarnya untuk jepit rambutnya adalah dua koin tembaga. Ada 5 jepit rambut kayu lainnya, tapi semuanya berharga sama.

Itu agak sederhana untuk menghias rambut Nana yang berwarna madu. Aku pikir dia akan terlihat lebih bagus dengan jepit perak.

Nana melihat ke jepitnya tanpa lelah.
Nenek penjaga toko yang melihat itu mulai berpromosi.

“Fe, fe, fe. Aku juga punya yang terbuat dari perak, atau dihias dengan batu permata, apa kamu ingin lihat?”
“Baiklah, karna kamu menawarkan, aku akan lihat.

Dia mengeluarkan tiga jepit mahal yang terbuat dari perak, aku coba memasang satu pada rambut Nana. Yup, yang perak cocok untuk dia.

“Ara ara, kamu punya istri yang benar-benar cantik.”
“Itu benar, aku kadang masih terpesona.”

Aku memang sudah terbiasa dengan wajah cantik Lulu dan Arisa, tapi Nana dan Mia juga cukup cantik. Dia bukan istriku, tapi aku tidak mau membalas setiap lip service.

Nana mengelus jepit yang pertama dengan jarinya dengan terpesona walaupun kami sedang mengobrol tentang itu.
Kamu benar-benar suka dengan yang itu huh.
Aku minta maaf pada si nenek karena mengeluarkan barang lain, tapi aku malah membeli jepit yang kayu.
Aku juga membeli beberapa ikat rambut warna biru sebagai oleh-oleh karena tempatnya dekat. Ini pas karena Lulu biasanya hanya mengikatkan tali di rambutnya saat dia membuat sarapan. Ada juga pita, tapi aku berhenti. Aku pernah memberikan beberapa ke Lulu sebelumnya, tapi aku tidak pernah lihat dia memakainya. Mungkin dia tidak suka.

Nah, barang utama adalah buku masak, tapi ini beda dengan apa yang aku bayangkan. Daripada buku resep tentang makanan enak apa dari kota apa, atau ada bahan apa saja, malah ini adalah buku panduan makan gorumet. Tentu saja, aku beli, tapi sepertinya tidak berguna untuk meningkatkan kemampuan masakku.

“Apa kamu mencari makanan yang unik? Bagaimana dengan beberapa tanaman atau sayuran yang diawetkan?”

Si nenek mengeluarkan beberapa botol dan toples yang disegel dengan benang dari dalam rak.

Sekitar 20 macam benda seperti, bawang putih dan bawang perai diawetkan dengan minyak, kubis yang diawetkan dan kubis cina, dan bubuk kuning yang terlihat seperti mustar dan lainnya.

Walaupun banyak yang keluar, tidak ada prem yang diawetkan. Sayang sekali.

Ada juga yang manis seperti madu, atau gula yang seperti bubuk teh hijau yang disebut Ugi. Aku beli semua.

Ditambah lagi, entah kenapa aku dibujuk untuk membeli sebuah alat untuk mengambil lemak dari daging. Nenek, kamu pintar berdagang.

Karena aku sudah membeli banyak sekali barang, aku pikir aku akan membawa mereka bolak-balik ke penginapan tapi si nenek memanggil pria macho dari belakang toko dan menyuruh dia membawa barangnya ke penginapan.

Benar, aku hampir lupa.

“Apa kamu punya kecapi?”
“Punya.”

Si nenek menunjuk ke Nana. Kecapinya diletakkan bersama di meja yang sama dengan jepit rambut. Tidak melihatnya walaupun ada di depan mata, ini sering terjadi eh.
Aku beli kecapi dan senar untuk Mia. Aku coba mainkan senarnya dan suara, [Tiin], muncul.

>[Mendapatkan Skill Musical Performance]





“Ehehe~ Lihat, lihat hasil buruan ini!”

Keretanya dipenuhi dengan banyak bahan makanan dan kayu dan alat-alat yang aku beli.
Barang yang ditunjukkan Arisa adalah telur di dalam keranjang. Ada sekitar 20.

“Mereka agak mahal, tapi aku sudah dapat beberapa telur bebek~ dengan ini kita bisa makan masakan telur!”
“Telur itu cepat busuk, jadi kita pikir dulu mau bikin apa. Berapa lama bisa kita simpan?”
“Sekarang sudah musim dingin, jadi sekitar 2-3 hari?”
“Kita bisa buat sesuatu seperti karaage atau kroket.”
“Bi, bisa bikinnya?”
“Kalau aku tahu resepnya aku bisa, tapi aku hanya ingat sedikit tentang bahan dan prosesnya.”

Aku coba memberi masalah ini pada Arisa, tapi sepertinya dia tidak tahu.

“Uh, seharusnya aku terus mencoba memasak sendiri tanpa menyerah.”

Aku hampir tidak ingat kalau aku harus menggunakan telur dan tepung. Tidak, atau itu tepung kentang?
Karena Storage bisa mengawetkan barang, aku seharusnya memasukkan lima telur ke dalamnya dan lakukan percobaan selama perjalanan.

Selanjutnya, aku diberi tahu oleh Liza bahwa telur bisa disimpan untuk beberapa bulan. Bukannya telur modern punya waktu kadaluwarsa yang singkat? Aku tidak tahu apa ini karena dunia paralel, tapi aku tidak akan protes tentang keawetannya.

Kami putuskan untuk makan di kedai di lantai pertama penginapan malam itu. Karena ada tempat kosong di belakang, kami gabungkan dua meja dan duduk di sana. Mia duduk di kursi paling belakang. Karena akan penuh orang nantinya, dia tidak nyaman dengan keramaian.

Makanannya terdiri dari tenderloin dengan sayuran rebus, ikan dan sup lobak, tumis sayur, buah kering, roti rata terbuat dari buah gabo, dan daun gabo yang diawetkan. Makanannya tidak banyak, tapi tenderloin yang mengenyangkan perut disukai oleh para gadis beastkin.
Di sisi yang berlawanan denganku, Mia terus memainkan kecapinya yang baru dibeli walaupun ini sedang makan malam, dia mungkin suka kecapinya.

“Mia, waktunya makan malam, jadi makan dulu.”
“Nn.”

Dia mengangguk pada kata-kataku, tapi tidak melepaskan kecapinya. Permainannya selesai, tapi sepertinya dia berpikir apa harus terus bermain atau makan.

“Aan.”

Dia membuka mulut kecilnya sambil mulai memainkan kecapi. Karena dia terlihat seperti burung kecil yang imut, aku masukkan sayuran berukuran kecil ke mulutnya.
Dia mengunyahnya sambil memainkan sebuah lagu. Apa ini sebuah nada elf, nadanya terisi dengan rasa ingin cepat pulang.
Lengan bajuku ditarik dari samping, dan saat aku lihat ke sana, Arisa membuka mulutnya sambil menunjukkan jarinya ke sana.

“Aa~an”
“Makan sendiri.”
“Melakukan itu hanya pada Mia, bukannya itu tidak adi~l?”

Mau bagaimana lagi kalau kamu bilang seperti itu. Aku beri dia semulut penuh daun Gabo yang diawetkan. Rasanya asam dan pahit, rasanya unik. Dia mungkin tidak akan minta lagi dengan ini.

Dia berkata, “Mugu”, dan, “Aku mau sesuatu yang manis dong.”, tapi dia tidak bilang dia minta lagi, jadi ini sukses.

“Satou, Aan.”
“Aa~n?”
“Aan, nanodesu.”

Apa yang masuk ke penglihatanku adalah Mia, dengan Pochi dan Tama yang duduk di kedua sisinya membuka mulut mereka. Saat mereka bertiga berjajar seperti ini, mereka benar-benar terlihat seperti anak burung. Aku masukkan semulut penuh untuk mereka masing-masing dengan berurutan.
Mengikuti mereka, Lulu juga melakukan, “Aan”, sambil terlihat malu. Aku ingin kamu berhenti membuka mulut kecilmu sambil memegang rambut dan menutup mata, aku akan membayangkan hal yang lain. Liza juga melakukan, “Aan” karena itu terlihat menarik, tapi aku tidak ada komentar. Karena dia tidak terlihat tidak nyaman, mungkin tidak ada masalah.

Lengan bajuku ditarik lagi.
Aku pikir ini Arisa lagi, tapi ini dari sisi yang berlawanan. Di sana, Nana melakukan, “Aan”, sambil memberi makan.

Begitu, karena Nana tidak bisa makan, dia malah memberi makan.

Umu, aku tidak apa dengan memberi makan gadis-gadis kecil, tapi kalau dia terlihat seperti wanita dewasa yang cantik, kekuatan penghancurnya tinggi. Aku makan makanannya sambil merasa malu.

Sepertinya tidak tahan melihat tingkahku, murasaki-san yang ada di sebelahku berkata hal seperti, “Bermesraan itu dilarang”, atau, ”Riajuu meledak saja”. Karena protes seperti itu keluar, “Aan”, yang lain, dilarang. {TLN : Murasaki=ungu}
Yang mengambil kesempatan dari ini pertama kali itu kamu kan, Arisa?

Mia konsentrasi pada makanannya dengan peringatan dari Liza. Aku agak terkejut bahwa dia mengikuti kata-kata Liza daripada aku—aku mungkin terlalu memanjakan dia—makan malamnya berlanjut dengan aku merasa seperti seorang ayah.

Mia yang menyelesaikan makannya duluan mulai memainkan musik. Gadis-gadis beastkin dan Arisa sedang makan ronde kedua makan malam mereka.
Pada awalnya musiknya tenang tapi berubah jadi ceria setelah permintaan dari seorang pemabuk. Walaupun Mia bermain dengan tanpa ekspresi dan wajah yang tidak tertarik, dia masih menerima permintaan si pemabuk.

Saat musik Mia dimulai, pengunjung mulai bertambah sampai tempatnya penuh, walaupun di sini kosong saat kami baru datang ke sini. Arisa menilai permintaan si pemabuk dengan benar. Dia melakukannya sambil makan, hebat.

Lalu, saat mereka selesai makan, Arisa memimpin Pochi dan Tama untuk menyesuaikan lagunya dan bernyanyi bersama dengan ceria sambil bertempelan pundak. Mereka bertiga memakai tudung, jadi mereka terlihat cukup mencurigakan. Aku pikir aku ingat lagu ini, ini adalah anisong yang dinyanyikan Arisa saat perjalanan.

“Lagu yang sangat menyenangkan huh.”
“Ini lagu dari kampung halaman mereka.”

Pria seperti pedagang yang duduk di belakang mulai bicara padaku, jadi kami mengobrol sambil menuangkan sake ke cangkir kami. Aku minum jus biasa, bukan sake. Sake di sini (ale), itu terlalu kecut, atau malah, rasanya asam jadi tidak bisa diminum.
Cerita obrolan kami kebanyakan tidak berbahaya, tapi ada juga yang menarik. Singkatnya, obrolannya seperti ini.

“Aku baru saja melalui wilayah baron Muno dan aku ditawarkan untuk membeli budak dari beberapa desa di sana, itu buruk sekali.”
“Panen tahun ini tidak buruk, kenapa ya.”
“Bicara soal budak, kalau kamu membawa budak keluar dari wilayah baron Muno, kamu perlu membayar pajak. Petani yang ingin pergi ke wilayah lain juga perlu membayar pajak. Apa itu pajak emigran ya. Prajurit perbatasan bahkan memeriksanya.”

Para pedagang merinding dengan berlebihan karena mereka sendiri hampir membeli budak.
Aku pikir dia harusnya seorang marquis berdasarkan jurnal perjalanan itu, jadi aku bertanya.

“Apa kamu tidak tahu pria muda? Mereka memang marquis sampai 20 tahun lalu tapi seluruh keluarga marquis Muno diserang oleh pasukan besar orang mati dan istana dan prajurit, semuanya dibantai.”
“Aku lupa judulnya, tapi itu bahkan dibuat jadi buku dan drama.”
“Pada waktu itu, kejadian itu jadi berita besar dan dikira sebagai serangan dari demon lord, harga barang grosir dan obat-obatan meningkat dan aku mendapat untung besar.”

Itu cerita yang ceroboh, dia sepertinya pedagang yang tidak bermoral.

“Aku juga ingat merasa lega setelah sang raja memerintahkan holy knight untuk diturunkan, membatasi pasukan orang mati dari memasuki wilayah lain.”
“Semua keluarga marquis Muno, termasuk yang menikah ke keluarga lain, meninggal karena sebab yang misterius. Baron yang sekarang seharusnya sama sekali tidak ada hubungan dengan yang sebelumnya. Dia entah keponakan atau adik dari duke yang bertetangga, dia mewarisi nama keluarga itu untuk mengatur wilayahnya.”

Cerita itu terdengar familiar. Apa yang terpikirkan olehku adalah wajah tulang putih dia (Zen).
Aku jadi pendengar, sambil terkadang mengatakan sesuatu dan menuangkan sake, aku dorong mereka untuk melanjutkan.

“Ada sebuah rumor aneh tentang dukedom itu. Ada pria yang akan membeli mayat apapun.”
“Bukannya itu hanya sebuah rumor? Ada hutan yang jadi tempat adat pemakaman karena sebuah kepercayaan, dan rumornya berawal dari orang yang melihat prosesnya katanya.”
“Begitu ya, jadi mereka berkelana di jalan besar di mana monster dan serigala muncul selama beberapa hari sambil membawa mayat, keyakinan itu hal yang hebat.”
“Sesuatu yang tidak bisa dikatakan pada pedagang seperti kita.”

Tetapi, “Pria Pembeli Mayat”, itu terlihat seperti sesuatu yang akan jadi judul sebuah novel.
Bicara tentang duke, aku mendengar rumor di pagi hari.

“Sepertinya ada turnamen bertarung di dukedom, apa semua tahu itu?”
“Orang pasti berkumpul di sana, tapi pedagang juga.”
“Karena itu, jumlah pedagang berkurang di tempat lain. Aku bermaksud untuk menutup celah itu untuk bisnisku.”

Aku berpikir bahwa ini ada dunia di mana sirkulasi uang memakan waktu, tapi sepertinya banyak cara untuk mendapat uang.

Performa Mia berhenti sebelum aku sadar. Orang di sekeliling meminta dia melanjutkan, tapi sepertinya tidak bisa, dia bilang satu kata, “Lelah”, dan tidur di pangkuanku. Aku pikir kamu tidak perlu sampai masuk ke bawah meja sih.

Kami ambil kesempatan itu dan kembali ke kamar. Arisa bilang, “Kami dapat banyak persembahan~.”, sambil menunjukkan sebuah mangkuk dengan banyk koin. Kebanyakan koin sen, tapi ada beberapa koin tembaga juga. Baik juga, bapak-bapak pemabuk itu.

Aku biarkan Mia tidur di kamar. Tidak ada kamar untuk 8 orang seperti yang kuduga, jadi aku sewa 2 kamar berisi 4 orang. Kamar ketiga gadis beastkin dan aku, dan kamar Arisa dan lainnya. Kami punya berbagai macam perdebatan saat pembagian kamar. Aku takut aku akan berpikir sesuatu yang tidak sopan kalau aku melihat Nana tidur dengan wajah polos di atas kasur.

Aku sudah berpikir untuk melakukan sesuatu di kota malam hari dengan diam-diam, tapi aku dicegah oleh Pochi dan Tama. “Ayo tidur bersama nodesu.” dengan mata yang bersinar, mereka memegang kedua tanganku. Penarik benangnya pasti Arisa, tapi aku tidak bisa melepaskan mereka berdua yang mendekat dengan wajah tanpa dosa.

Aku lewatkan malam untuk orang dewasa sekali-sekali~.