Tuesday, 14 March 2017

6-11. Orang-Orang di Wilayah Baron Muno (2)

Satou di sini. Ada beberapa program TV tentang bertahan hidup di pulau tak berpenghuni atau jauh di dalam hutan, tapi aku akan menolak kalau aku diminta ikutan.
Aku akan makan semua kacang dan tanaman yang bisa di makan dalam hitungan minggu.



“Goshujin-sama, ada orang di depan nodesu.”
“Ada~.”

Pochi yang menduduki pangkuanku menemukan jejak seseorang di depan. Aku sudah tahu dari Map, tapi aku belum bisa melihatnya.

“Ah, dia masuk ke hutan.”

Sepertinya sekkou-kun pergi memanggil teman-temannya. {TLN: Sekkou=scout=pengintai}
Mereka pencuri, tapi kali ini agak berbeda. Mereka anak-anak berumur antara 9-14 tahun. Mereka adalah tiga anak laki-laki dan enam akan perempuan. Hadiah dan Hukuman mereka hanya [Melanggar Kontrak]. Karena titel mereka adalah [Runaway Slave], mereka mungkin anak-anak yang kabur dari desa. Stamina mereka kurang dari setengah. {TLN: Runaway Slave = Budak yang Kabur}

Betul, kasihan kalau mereka dipukuli kan?

“Ada apa di sana?”
“Sekelompok anak-anak pencuri.”
“Apa itu, aku semangat!”

Aku konsultasi pada Arisa dan Liza tentang hadiah dan hukuman mereka.

“Budak yang kabur ya? Kalau begitu, hadiah dan hukuman kita tidak akan berubah kalaupun kita bunuh mereka, jadi aku pikir tidak perlu khawatir.”

Bukan, Liza-san, aku tidak khawatir tentang itu.

“Bagaimana kalau mengabaikan dan melewati mereka? Atau apa mau dapat gadis kecil lagi?”

Ini cukup, aku menolak untuk dapat lagi.

“Benar huh, budak yang kabur mungkin tidak punya senjata jarak jauh, kita lewati saja mereka.”

...tidak bagus.



Tiga gadis berbaring di jalan, menghalanginya. Kita tidak bisa melindas mereka kan?
Keretanya berhenti tepat sebelum mengenai mereka, tapi gadis-gadis itu tidak bergerak bahkan setelah itu. Karena mereka tidak diikat, badan mereka mungkin membeku karena ketakutan. Mereka terlalu ceroboh walaupun mereka ingin menghentikan keretanya apapun yang terjadi.

“Jangan bergerak! Kami punya 10 pemanah membidik ke arahmu di dalam hutan.”

Suara aneh dengan nada yang ditinggikan mengancam kami.
Karena akan menyusahkan untuk bermain sejalan dengan ancaman mereka, aku akan pindahkan gadis-gadis itu dan cepat-cepat memajukan keretanya.
Aku berikan pintu masuk belakang kereta pada Pochi dan Tama untuk dijaga, dan tempat duduk kusir pada Liza.

“Kalau kamu ingin selamat, tinggalkan makananmu di sini.”

Dia meminta bayaran dengan seluruh kemampuannya, tapi suara di belakangnya tidak mendukung.

“Aku ingin kentang.”
“Bodoh, kita harus minta daging kering di sini! Iya kan?”
“Aku ingin makan roti.”
“Apapun boleh asalkan bukan rumput.”
“Bodoh, kalian diam saja.”
“Kamu yang bodoh memanggil orang lain bodoh.”
“Sudah tutup saja mulutmu.”

Permintaannya jadi obrolan anak-anak, menghancurkan semuanya.
Aku angkat salah satu gadis kecil yang menghalangi jalan, dan melempar di pelan-pelan ke anak lain di hutan. Dia sangat ringan. Anak-anak yang dilempar jadi panik sambil menangkap dia.

“Uwah, apa yang kamu lakukan!”
“Kami akan tembak kamu dengan panah.”

Tidak ada yang keluar dari hutan.”
Apa mereka tidak punya senjata atau mereka takut pada Liza?

“Apa kamu mau jalan sendiri ke hutan, atau dilempar ke sana?”
“Li, lindas saja aku. Kalau kami tidak punya makanan, kami juga akan mati kelaparan.”

Dia memaksa dengan suara yang gemetar. Aku tidak yakin apa dia membual atau serius.
Dia umurnya sama dengan Lulu, tapi dia terlihat seumuran dengan Arisa. Dia adaah gadis dengan rambut merah yang agak panjang dan pupil merah kecokelatan. Lengan yang aku genggam untuk membuat dia berdiri kurus seperti dahan kering.

“Le, lepaskan Totona.”

Anak laki-laki yang bernegosiasi dengan kami sampai sekarang keluar dari hutan setelah melihatku memegang lengan si gadis. Anak laki-laki berambut merah terlihat mirip dengan si gadis. Dia memegang pentungan di tangannya.
Aku paksa si gadis untuk berdiri, dan mendorong dia ke si anak laki-laki. Si gadis tersandung dan ditangkap oleh dia.

“Liza, pergi.”

Aku melompat ke tempat duduk kusir di kereta yang mulai berlari.

“Oke, ini.”

Arisa mengeluarkan tas besar sambil berkata begitu, dan melemparnya ke hutan. Isi tas itu adalah sayuran dan makanan yang Tama kumpulkan seperti buah-buahan. Karena tidak disiapkan dulu, dia mungkin melakukannya setelah dia mendengar obrolan anak-anak tadi.

“Kamu mungkin berpikir kalaupun aku beri mereka makan, itu tidak akan memecahkan akar masalahnya kan? Saat kamu lapar, kamu tidak memikirkan hari esok. Yang paling penting adalah menghilangkan kelaparanmu sekarang. Hanya itu.”



“Masih memikirkan yang tadi?”
“Bukan, bukan itu.”

Itu tidak menggangguku sama sekali. Setelah menarik dua nafas dalam-dalam, perasaan aneh di perutku hilang.
Apa yang ada di pikiranku adalah yang ada di depan. Ada sungai kecil di depan jalan ini, dan lima orang tua ada di sana.
Mereka bukan pencuri atau budak yang lari. Apa mereka memancing?

“Jangan memikirkan hal-hal yang tidak penting saat lapar! Ayo makan banyak steak yang lezat dan bergembira!”
“Gembira~?”
“Makan sampai kenyang nodesu.”

Aku senang kamu mengkhawatirkanku, tapi kalian jauh lebih berpikir tentang steak kan?

Kami sudah tiba di sungai kecil setelah beberapa waktu.
Orang-orang tua hanya duduk di tepi sungai dan memandangi sungai. Aku berpikir untuk kemping di dekat sungai, tapi apa yang akan kulakukan dengan keadaan ini?
“Selamat siang, cuacanya bagus ya hari ini.”
“Oh, apa kamu pedagang, apa kamu punya urusan dengan pria tua ini?”
“Maaf mengganggumu. Saat aku berhenti di sungai untuk mengambil air, aku melihat sosok kalian, jadi aku berpikir untuk menyapa.”
“Itu, kamu ramah sekali. Anggap saja aku batu kerikil di pinggir jalan.”
“Itu benar, kami tidak punya hal apapun untuk dilakukan selain memandang ke sungai dalam kesedihan sampai dewa memanggil kami.”

“Lebih baik dipanggil oleh dewa di sini daripada menjual cucu-cucu kami.”
“Kami tidak diterima di desa walaupun kami kembali.”
“Kalau kamu ingin memberi kami makan, aku akan terima kapan saja tahu?”
“Hey, kalau kamu makan sekarang, kamu akan telat dipanggil dewa.”
“Benar juga huh.”

Sepertinya mereka ditelantarkan di sungai ini.
Kamu harus menjaga orang tua!

“Jangan membuat wajah seperti itu, ini tidak apa.”
“Benar, untuk mengurangi jumlah mulut untuk diberi makan, kami keluar dari desa atas keputusan kami sendiri.”
“Benar, kalau orang tua meninggal, gadis-gadis yang menjual diri mereka mungkin akan berkurang juga.”
“Belakangan ini, pedagang tidak membeli budak dan kepala desa jadi menggerutu.”

Karena tidak ada yang membeli anak perempuan mereka, mereka mengorbankan orang-orang tua sekarang huh.



Karena orang-orang tua ini terlihat tidak berbahaya, aku putuskan untuk kemping agak jauh dari mereka. Kami berada di arah angin berhembus dari posisi mereka.
Biasanya, Poci dan Tama berburu dan mengumpulkan makanan, Arisa dan Mia mengumpulkan kayu bakar, Lulu dan Liza memask, dan Nana membantu mereka memasak, tapi karena orang-orang tua ini mungkin akan mati lebih cepat kalau kami ambil tanaman dan binatang di area ini, aku putuskan untuk menahan diri.

“Kita tidak akan mencari kayu bakar atau mangsa hari ini. Liza, maaf, tapi karena aku ingin memberi makan orang-orang tua itu, aku ingin kamu memasak lebih hari ini, aku serahkan pilihan makanannya padamu.”
“Aku mengerti, karena makanan berat itu mustahil untuk orang yang puasa, aku akan membuat bubur.”
“Butuh bantuan?”
“Kami cukup orang, tapi aku akan mengajarimu kali ini! Bukan cuma Mia, Arisa, kamu juga.”

Lulu langsung menerima tawaran Mia, dan menarik lengan Arisa ke tempat di mana perlengkapan memasak diletakkan. Arisa melawan sambil berkata, “Memasak adalah kutukan untukku~.”, tapi hari ini Lulu memaksa dan terus menarik dia.
Pochi dan Tama melihat-lihat sekeliling dengan gelisah, jadi aku katakan pada mereka, “Kalian boleh pergi dan bermain”, tapi entah kenapa itu jadi latihan bertarung. Apalagi, itu antara aku melawan Pochi dan Tama.

Setelah sinyal, Pochi melaju ke depan seperti anak panah.

Aku hindari tusukan pedang kayunya dengan halus.

Menggunakan tarian itu, Tama menebas kakiku dengan pedang kayunya, aku hindari dengan melompat.

Aku serang balik dengan menendang kecil pedang kayu Tama.

Tama kehilangan pedang kayunya melompat ke arahku sambil menggeram kecil.

Aku alihkan arahnya dengan mendorong perutnya dengan tanganku, dan melempar dia dengan halus.

Sambil menghindari serangan Pochi dua kali, aku pastikan Tama sudah mendarat setelah berputar di udara di sudut pandanganku.

“Tidak bisa kena~?”
“Kuat nodesu.”

Latihannya berlanjut sambil terus seperti itu, dan saat aku dengan sengaja membiarkan diriku tertangkap pada akhirnya, kami malah terlihat seperti bermesraan.

“Tertangkap, hamumunyanoresu.”

“Nihehe~ tertangkap~?”

Dan, punchline terakhir memang harus dari Arisa.

“Aku ikutan juga~.”

Sambil bilang begitu, Arisa melompat padaku, tapi—

“Arisa~ Bergabung~.”
“Mangsa berikutnya adalah Arisa nano desu!”

--Pochi dan Tama mencegat dia dengan cemerlang.