Wednesday, 15 March 2017

6-12. Orang-Orang di Wilayah Baron Muno (3)

Satou di sini. Pemandangan di mana orang menangis sambil makan adalah cerita zaman perang atau sesudah perang, tapi kalau aku harus bilang, itu hanya mengingatkanku saat aku menenangkan teman yang makan banyak saat patah hati.



“Kakek, kita dapat makanan.”
“Bukan rumput hari ini~.”

Anak-anak yang kita temui di sang hari datang menyerbu saat kami sedang makan sereal, sayuran dan daging serigala bersama dengan orang-orang tua. Aku sudah dengar tentang anak-anak ini dari orang-orang tua di sini, tapi karena mereka tidak tahu kapan mereka akan kembali, kami makan tanpa menunggu mereka.

“Ah, itu orang yang tadi.”
“Apa mereka datang untuk mengambil makanannya lagi?”
“Mereka menunggu kita.”

Anak-anak itu dengan cemas bersembunyi di belakang pemimpin mereka.
Apa anak-anak ini tidak melihat situasi damai saat makan ini?

“Kami punya banyak bubur, kenapa tidak bergabung saja?”
“Benar, kalian makan juga.”
“Hey, cepat duduk anak-anak.”

Anak-anak itu waspada dengan undanganku, tapi karena kakek-kakek juga memanggil mereka, dan ditambah lagi, mereka terpikat dengan bubur yang ditunjukkan, tidak lama mereka bergabung dengan kami.

“E, enak.”
“Ini bukan rumput?”
“Uwah, ada yang baunya enak.”
“Ada daging rebus di sini.”
“Bohong?”
“Benar, ini daging~.”
“Benar-benar enak... Uuuu”

Baguslah kalau kamu senang, tapi tolong berhenti menangis.

Pochi yang sudah menghabiskan isi piringnya paling cepat, memulai perang dengan beberapa kata.”

“Tambah~ nano dseu!”

Dengan kata-kata itu, tegangan meningkat pada anak-anak.
Mungkin hanya merasakan tegangan itu sedikit, atau mungkin tidak sama sekali, Nana yang selalu tanpa ekspresi meminta porsi tambahan.

“Kalian tidak perlu sungkan. Makanlah lagi.”
“Kami masih punya banyak, jadi kalu kamu mau tambah, bilang saja.”

Mereka bersorak saat mendengar kata-kata Arisa, memotong kata-kataku. Kecepatan makan anak-anak meningkat. Orang-orang tua mengomeli anak-anak laki-laki yang tersedak, “Kunyah dulu yang benar.”

Karena sepertinya makanannya tidak akan cukup, aku kembali ke kereta untuk merebus kentang.
Aku kupas sekitar 20 kentang dan merebus mereka bersama dengan Lulu yang datang menolong. Mendengar suara gesekan kain, aku melihat ke samping dan ada Mia di situ.

“Satou.”
“Kamu juga mau tambah, Mia?”

Mia menggelengkan kepalanya.

“Manusia... kenapa.”

Dia berusaha keras untuk menyatukan kata-kata.

“Membuang... anak-anak... orang tua?”

Saat aku tanya dia detailnya, sepertinya para elf sangat menyayangi anak-anak dan orang tua mereka, jadi dia terkejut dengan situasi ini.
Ayo berikan topik yang berat ini pada Arisa-sensei.

“Sudah tanya Arisa?”
“Nn.”
“Dia bilang apa?”
“Aku tidak mengerti. Hal seperti orang kaya dan orang miskin, atau struktur sosial.”

Sial Arisa, jangan gunakan kata-kata yang susah untuk kabur.

“Mia, ras yang menghasilkan banyak keturunan, bukan hanya manusia, biasanya lemah.”
“Nn.”
“Karena mereka lemah mereka berjuang keras, dan akan menyelamatkan diri sendiri walaupun harus mengorbankan banyak orang.”
“Semuanya?”
“Yep, karena tidak semuanya bisa diselamatkan, mereka membiarkan satu bagian jadi korban.”
“...begitu ya.”

Baguslah kalau dia puas dengan jawaban itu, tapi aku sendiri tidak berpikir banyak tentang jawaban itu. Bahkan kebanyakan obrolan barusan tidak lebih dari informasi yang aku dapat dari internet dan TV.

“Kalau seseorang seperti goshujin-sama jadi seorang raja, negaranya akan jadi sangat damai.”

Lulu berkata begitu sambil tersenyum, tapi dia terlalu meninggikanku. Kalau orang seperti aku jadi seorang raja, seluruh negara itu akan langsung bangkrut, tamat.



“Hou, aku penasaran kenapa dia menggunakan tudung saat makan, dia seorang elf huh.”

Seorang nenek datang ke sini sendirian. Mia cepat-cepat menutup diri dengan tudungnya walaupun sudah terlambat.

“Dia malu di depan orang.”
“Begitu ya, ojou-chan, aku tidak akan bilang pada yang lainnya jadi maafkan aku.”
“Nn.”

Mia mengangguk, dan berlari kecil ke belakang Lulu yang sedang memegang panci.

“Apa dia benci aku?”
“Dia hanya malu. Daripada itu, apa ada masalah?”
“Menyakitkan kalau hanya menerima kebaikanmu dan makan, jadi aku berpikir apa ada yang bisa aku bantu.”
“Kami baru saja mulai merebus kentang lagi, kami punya cukup orang.”
“Aku pikir kalian mau mulai beres-beres, apa tidak apa-apa? Aku tidak punya apa-apa untuk membayar kalian walaupun kalian sudah memberi kami makan sebanyak ini.”
“Ini hanya keinginanku saja, jangan dipikirkan.

Si nenek terlihat kosong untuk sesaat, tapi seakan dia memutuskan sesuatu, dia melanjutkan kata-katanya.

“Shounin-san, maukah kamu mengambil anak-anak itu sebagai budakmu?” {TLN: Shounin=pedagang}
“Maaf nek, aku sudah punya cukup budak, aku tidak butuh lebih dari ini.”
“Satu atau dua tidak apa, tolong ambil mereka. Kalau mereka dibiarkan sendiri di sini, mereka akan mati kelaparan cepat atau lambat. Aku tidak masalah kalau yang mati orang tua seperti aku, tapi menyakitkan melihat anak-anak meninggal.”

Aku kasihan pada si nenek, tapi aku menolak.
Jujur saja, berkelana di dunia ini itu terlalu berbahaya. Kalau aku hanya perlu melindungi Lulu dan Nana maka aku bisa melakukan sesuatu tentang itu, tapi kalau orang yang perlu dilindungi bertambah dengan sembilan anak itu, aku tidak akan bisa melakukannya.
Untuk menenangkan hati, aku singkirkan makannya dulu sebentar.

“Akan bagus kalau anak-anak itu bisa menghasilkan sayuran sendiri ya.”
“Betul sekali, akan bagus kalau ada ladang di mana kami bisa menanam sayuran.”
“Apa tanah di sekitar sini buruk?”
“Paparan sinar mataharinya bagus, tapi tanahnya terlalu rapuh, jadi tidak bagus.”

Mia mendengarkan pembicaraan Lulu dan si nenek tanpa melakukan apa-apa, tapi lalu dia menarik lengan bajuku.

“Ada apa?”
“Hutan.”
“Yup, itu memang hutan.”

Terlihat kesal dengan jawabanku, Mia cemberut.

“Bukan, humus.”

Apa kamu bilang, kamu bisa menggunakan daun dari tempat di mana rhinoceros beetle hidup.

“Mereka bagus.”
“Kalau dipikir-pikir, Arisa bilang sesuatu tentang itu juga.”
“Tentang reformasi agrikultur?”

Iya, itu. Kalau tidak salah, dia bilang ledakan jumlah serangga terjadi.

“Monster serangga?”
“Yep, Arisa bilang kalau jumlah besar serangga muncul saat dia mencobanya.”
“Bukan, takhayul.”
“Begitu ya.”
“Lia bilang begitu.”

Lia? Bukannya dia ibunya Mia?

“Dengan kata lain, kita harus bersihkan hutannya dan mengolah lahan pertanian di sana?”
“Nn.”
“Itu bagus, kalau kita bisa melakukannya, maka anak-anak dan kita akan kerja keras untuk itu.”

Si nenek bilang begitu, tapi dia tidak terlihat serius. Kalau kami punya mesin beras, maka pembersihan lahan tidak akan sulit sama sekali, tapi tentu saja tidak ada hal semacam itu. Walaupun kami berhasil mengolah lahannya, mereka hanya bisa memanen setelah satu tahun sambil sengsara selama masa itu.

“Benar, ada tanaman yang bisa dipanen cepat, tapi hanya buah Gabo yang bisa di musim ini. Itu bisa dipanen dalam satu bulan. Tetapi, orang-orang selain bangsawan di rumah mereka dilarang menanam tanaman, jadi kami tidak bisa mendapat benihnya.”

Si nenek punya pengalaman menanam buah Gabo saat dia dipaksa bekerja di sebuah rumah bangsawan.

“Benda itu bisa tumbuh sangat cepat. Itulah kenapa dia dikelompokkan sebagai rumput liar.”

Mereka hanya perlu punya cukup makanan sampai musim semi, apa benar-benar tidak ada yang bisa kita bantu?

“Kalau ada cara semacam itu, kami orang tua tidak akan dikeluarkan dari desa.”
“Aku tidak masalah walaupun itu tidak masuk akal.”
“Baik, kalau begitu kita bisa berburu Spider Bear di hutan. Kalau kami punya daging tiga bos Spider Bear dan mengasapi mereka, kami bisa hidup tenang sampai musim semi.”

Itu adalah monster yang hidup di berbagai tempat jauh di dalam hutan. Ada 5 monster dengan level sekitar 24-28.

Tapi, itu beruang atau laba-laba, jangan plin-plan dong.


“Jangan benar-benar berpikir untuk pergi oke? Aku tahu kalau gadis-gadis budakmu itu kuat, tapi mereka tidak akan menang melawan Spider Bear di dalam hutan. Saat aku masih kecil, ada ekspedisi penumpasan yang dipimpin oleh ksatria, samurai dan prajurit, tidak ada yang kembali.”

Daripada masalah karena bertarung di dalam hutan, aku pikir itu hanya karena perbedaan level.

“Kalau elf ojou-chan ini tumbuh besar, dengan forest magic dari dongeng, dia bisa bergerak dengan mudah bersama dengan pohon besar dan menolong pertanian di dalam hutan.”
“Muu.”

Mia tidak senang karena dianggap anak-anak.

“Nenek, walaupun dia terlihat seperti ini, dia lebih tua darimu.”
“Oya oya, begitu ya. Elf benar-benar punya umur panjang.”

Mood Mia tidak membaik, tapi saat si nenek meniup suling daun untuk menenangkan dia, dia terlihat tertarik dengan itu.
Karena Mia juga datang dari hutan, dia sudah meniup bermacam-macam suling daun di sana, jadi warna nada dan kemampuan ekspresi dia jauh berbeda dengan si nenek walaupun mereka menggunakan daun yang sama. Ini mungkin hasil belajar dia di hidup dia yang lama.

Semua berkumpul di sekitar Mia sebelum aku sadar, tapi lalu Mia berhenti dan pemeran utamanya berubah jadi kentang. Pada akhirnya, kentang saja tidak cukup, dan kami jadi memasak sereal dan bubur sekali lagi.